Prasasti bukan
sekedar batu, tetapi juga batu yang bisa bersuara. Kenapa bisa demikian? Hal
ini dikarenakan prasasti memuat informasi tertulis. Biasanya prasasti-prasasti
itu merupakan peringatan-peringatan yang dibuat oleh para raja untuk daerah
kekuasaannya. Selain itu berisi tentang silsilah, sistem ketatanegaraan suatu
kerajaan. Prasasti merupakan bukti otentik tentang adanya suatu kerajaan.
Prasasti biasanya menggunakan bahasa sanksekerta dan bahasa melayu kuno. Huruf
yang dipakai biasanya huruf pallawa. Penulisannya ada yang berirama India dan
seperti puisi.
Beberapa prasasti yang ditemukan di Indonesia:
a. Prasasti Kutai
Di Kutai ditemukan prasasti yang dipahatkan di tiang batu yang disebut
Yupa. Sampai saat ini ada tujuh buah yupa yang telah ditemukan.
Prasasti-prasasti tersebut berisi tentang raja yang menguasai Kutai. Raja yang
terkenal di Kutai kemungkinan adalah Mulawarman, seperti yang disebutkan di
dalam prasasti-prasasti yang ditemukan di Kutai tersebut. Dalam prasasti yang
ditemukan tersebut dikemukakan tentang kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh
Mulawarman. Prasasti atau yupa tersebut sedikit banyak telah memuat informasi
yang dibutuhkan seorang sejarawan untuk melakukan sebuah penyelidikan.
b. Prasasti Ciaruteun
Prasasti ini sebagai bukti tentang adanya sebuah kerajaan yang bernama
Tarumanegara. Prasasti ini ditemukan di pinggir Sungai Ciaruteun, dekat
muaranya dengan Cisadane. Prasasti ini mempunyai ciri lukisan labah-labah dan
tapak kaki yang dilukiskan di atas hurufnya. Prasasti ini terdiri dari empat
baris, ditulis dalam bentuk puisi India dengan irama anustubh.
Prasasti ini berisi tentang pujian terhadap Raja Purnawarman yang gagah berani
dan dikatakan seperti Dewa Wisnu.
c. Prasasti Kebonkopi
Terdapat hal yang menarik dalam prasasti yang ditemukan di Kampung Muara
Hilir, Cibungbulang. Hal yang tersebut adalah adanya dua tapak kaki gajah yang
disamakan seperti tapak kaki gajah Airawata. Prasasti ini juga berirama anustubh, namun
huruf-hurufnya lebih kecil dibandingkan prasasti yang lain. Tulisan-tulisan
dalam prasasti sudah agak kabur sehingga sulit diterjemahkan dan maknanya sulit
diungkap.
d. Prasasti Tugu
Merupakan prasasti yang terpanjang yang ditemukan dari semua
peninggalan-peninggalan Purnawarman. Sama dengan prasasti yang lain, prasasti
Tugu ini berbentuk puisi anustubh yang tulisannya dipahatkan pada sebuah
batu bulat panjang secara melingkar. Beberapa hal yang menarik dari prasasti
ini adalah pertama, disebutkan dalam prasasti itu ada dua sungai yang terkenal
juga di Panjab yaitu Chandrabhaga dan Gomati, yang tentu saja menimbulkan
berbagai penafsiran para sejarawan. Kedua, prasasti ini merupakan satu-satunya
prasasti Purnawarman yang menyebutkan peninggalan, meskipun tidak lengkap.
Ketiga, dalam prasasti ini disebutkan adanya upacara selamatan yang disertai
dengan seribu ekor sapi yang dihadiahkan. Keempat, selain Purnawarman ada dua
nama yang disebutkan dalam prasasti ini, sehingga dapat digunakan untuk
mengetahui siapa sebenarnya Purnawarman itu.
e. Prasasti Pasir Awi dan
Prasasti Muara Cianten
Kedua prasasti ini sama-sama menggunakan huruf ikal yang sampai saat ini
belum dapat dibaca. Sama seperti prasasti Ciaruteun, kedua prasasti ini juga
ada gambar telapak kaki.
f. Prasasti Lebak
Ditemukan di Lebak, di pinggir Sungai Cidanghiang, Kecamatan Munjul,
Kabupaten Pandeglang, Banten. Prasasti ini menggunakan huruf Pallawa, terdiri
dari dua baris huruh yang merupakan satu sloka dalam metrumanustubh. Isi dari prasasti ini
merupakan pujian kepada Purnawarman sebagai panji seluruh raja, keberanian,
keagungan, dan keperwiraan sesungguhnya dari seluruh raja dunia.
g. Prasasti Kedudukan Bukit
Prasasti Kedudukan Bukit ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang.
Prasasti ini berangka tahun 628 Masehi. Prasasti ini berhuruf pallawa dan
berbahasa Melayu kuno. Jumlahnya hanya 10 baris. Mengenai isi prasasti terdapat
perbedaan antara para sejarawan yaitu mengenai adanya prasasti tersebut sebagai
peringatan pendirian Sriwijaya atau sebagai peringatan kemenangan Sriwijaya
terhadap Kerajaan Melayu.
h. Prasasti Talang Tuo
Prasasti ini ditemukan di daerah Talang Tuo sebelah barat Kota Palembang.
Prasasti Talang Tuo terdiri dari 14 baris dalam bahasa Melayu Kuno dan berhuruf
Pallawa. Angka tahunnya adalah 606 Saka. Ini prasasti tersebut mengenai
pembuatan kebun Sriksetra atas perintah Punta Hyang Sri Jayanasa, untuk kemakmuran
semua makhluk. Selain itu juga doa dan harapan yang menunjukkan sifat agama
Buddha.
i. Prasasti Telaga Batu
Prasasti ini juga berbahasa Melayu kuno dan berhuruf Pallawa. Pada bagian
atas prasasti ini, terdapat hiasan tujuh kepala ular cobra berbentuk pipih
dengan mahkota berbentuk permata bulat. Lehernya mengembang dengan hiasan
kalung. Hiasan ular cobra ini bersatu dengan permukaan batu datar dibagian
belakang. Jumlah barisnya ada 28 dalam keadaan sangat aus, bahkan sebagian
tidak dapat dibaca. Di bawah prasasti ini ada pancuran seperti halnya yoni.
Dalam prasasti ini terdapat data yang memuat penyusunan ketatanegaraan
Sriwijaya.
j. Prasasti Kota Kapur
Ditemukan di dekat Sungai Menduk, di Pulau Bangka. Jenis batu yang
digunakan berbeda dengan jenis batu yang terdapat di Pualu Bangka. Karena hal
itu, kemungkinan prasasti ni dibawa dari luar. Bahasa yang digunakan adalah
bahasa Melayu kuno dan huruf yang digunakan adalah huruf pallawa. Isi dari
prasasti ini adalah kutukan-kutukan untuk mereka yang berbuat jahat, tidak
tunduk dan setia kepada raja akan celaka. Selain itu ada keterangan penting
yaitu tentang usaha Sriwijaya untuk menaklukkan Bhumi Jawa yang tidak tunduk
kepada Sriwijaya. Angka tahunnya 608 Saka.
k. Prasasti Karang Berahi
Ditemukan di tepi Sungai Merangin yang merupakan cabang Sungai Batang Hari
di Jambi Hulu. Prasasti ini juga berisi kutukan-kutukan. Yang menarik dari
prasasti ini adalah baris 1-4 menggunakan dialek yang berbeda dengan baris
selanjutnya.
HISTORIOGRAFI
TRADISIONAL
Historiografi tradisional merupakan ekspresi cultural
dari usaha untuk merekam sejarah. Dalam historiografi tradisional ada unsur-unsur
yang tidak bisa lepas yaitu sebagai karya imajinatif dan sebagai karya
mitologi. Historiografi pada masa klasik diwarnai oleh actor-aktor sentries.
Menurut para sejarawan penulisan sejarah ( tidak dalam bentuk prasasti ) di
Indonesia dimulai oleh Mpu Prapanca yang mengarang kitab NegaraKertagama.
Seorang tokoh, yang menjadi actor utama berperan sebagai pemimpin besar. Hasil
karya historiografi tradisional antara lain : Carita Parahyangan, Sajarah
Melayu, dan Babad.
Cerita Parahyangan memberikan gambaran mengenai
peristiwa sejarah yang pernah terjadi di daerah Jawa Barat. Di dalamnya
menceritakan kisah sanjaya yang mengalahkan banyak raja-raja di Asia Tenggara.
Sedangkan sejarah Melayu sendiri menceritakan tentang Iskandar Zulkarnaen yang
berkuasa di Mesopotamia selama tiga abad. Dari beberapa cerita tadi bisa
diambil kesimpulan bahwa:
a) Historiografi pada masa klasik diwarnai oleh
aktor-aktor sentries. Seorang tokoh, yang menjadi actor utama berperan sebagai
pemimpin besar.
b) Historiografi pada masa tersebut sulit dilepaskan dari
mitos dan hanya menceritakan kalangan istana saja (Istana Centirs).
c) Kebanyakan karya-karya tersebut kuat dalam hal
geneologi namun lemah dalam hal kronologi.
a.
Bentuk Historiografi
Tradisional
1. Mitos
Bentuk ini pada dasarnya merupakan suatu proses
internalisasi dari pengalaman spiritual manusia tentang kenyataan lalu di
ungkapkan melalui kisah sejarah
2. Genealogis
Bentuk ini merupakan gambaran mengenai pertautan
antara individu dengan yang lain atau suatu generasi dengan generasi
berikutnya. Sil silah sangat penting untuk melegitimasikan kedudukan mereka.
3. Kronik.
Dalam penulisan ini sudah ada penulisan kesadaran
tentang waktu, Namun demikian juga masih di lingkungan kepercayaan yang
bersifat kosmosmagis
4. Annals.
Sebenarnya bentuk ini merupakan cabang dari kronik
hanya saja bentuk annals ini sudah lebih maju dan lebih jelas, Sudah berusaha
membeberkan kisah dalam uraian waktu.
5. Logis
Kisah yang di ungkapkan mengamdungh mitos, legenda,
dongeng, asal usul suatu bangsa, kisah disini merupakan merupakan kisah yang
merupakan suatu pembenaran berdasar emosi dan kepercayaan.
6. Supranatural
Dalam hal ini kekuatan kekuatan gaib yang tidak bias
diterima dengan akal sehat sering terdapat di dalamnya.
b.
Ciri Historiografi
Tradisional
1. Oral tradition
Historiografi jenis ini di sampaikan secara lisan,
maka tidak dijamin keutuhan redaksionalnya.
2. Anakronistik
Dalam menempatkan waktu sering terjadi kesalahan
kesalahan, pernyataan waktu dengan fakta sejarah termasuk di dalamnya
penggunaan kosa kata penggunaan kata nama dll.
3. Etnosentris
Penulisan selalu bersifat kedaerahan, Hanya terpaut
pada suku bangsa tertentu. Dan sangat berpusat pada kedaerahan.
Selain itu Ciri-ciri Historiografi Tradisional dapat
juga berupa:
Adanya suatu visi historiografi tradisional yaitu raja sentris. Setiap tulisan pujangga selalu
mengangkat hal-hal yang berhubungan dengan raja. (raja biasanya dianggap
sebagai titisan dewa).
Dari segi misi, unsur-unsur faktual
masih ada, disampaikan secara halus. Penyajian dari historiografi tradisional
ini lebih menggunakan simbol. Cerita dibuat dengan suatu simbol-simbol saja.
·
Sumber-sumber sejarah tradisional yang mendasari historiografi tradisional
cenderung mengabaikan unsur-unsur fakta karena terlalu dipengaruhi oleh sistem
kepercayaan yang dimiliki masyarakat. Adanya kepercayaan tentang perbuatan
magis yang dilakukan tokoh-tokoh tertentu.
Ciri-ciri Historiografi Tradisional di Indonesia
memiliki persamaan dan perbedaan dengan Ciri-ciri Historiografi Tradisional di
Asia Tenggara.
Ciri-ciri yang sama:
- Kebanyakan karya-karya tersebut
kuat dalam hal geneologi, tetapi lemah dalam hal kronologi dan detil-detil
biografis.
- Tekanannya adalah pada gaya
bercerita, bahan-bahan anekdot, dan penggunaan sejarah sebagai alat
pengajaran agama.
- Bila karya-karya tersebut
bersifat sekuler maka nampak adanya persamaan dalam hal perhatian pada
kingship (konsep mengenai raja) serta tekanan diletakkan pada kontinuitas
dan loyalitas yang ortodoks.
- Pertimbangan-pertimbangan
kosmologis dan astrologis cenderung untuk menyampingkan
keterangan-keterangan mengenai sebab-akibat dan ide
kemajuan (progress).
Perbedaan-perbedaan yang pokok:
- Agama telah memisahkan agama
para sejarawan Indo-Islam dan konteks sosio-ekonomi agama Hindu. Agama
juga memisahkan orang-orang Muangthai dan Kamboja dari tradisi
historiografi Asia Timur dalam bentuk Vietnamnya. Agama juga memisahkan
dunia Melayu-Jawa dari orang Muangthai dan Birma di satu pihak dan orang
Filipina di lain pihak.
- Persaingan nasional
mempengaruhi karya mengenai bangsa-bangsa yang bertetangga, umpamanya
karya-karya orang Birma dan Muangthai.
- Perbedaan bahasa di Asia
Tenggara sebelum menurunnya bahasa Pali sangat rumit, kebanyakan
karya-karya itu tidak dapat dibaca di luar batas negara-negara itu
sendiri.
- Kebijaksanaan raja-raja
mengenai penulisan sejarah cukup beragam: karya-karya Islam dan Melayu
diedarkan di kalangan umum, sedangkan karya-karya orang Muangthai, Birma
serta Vietna$m hanya untuk kepentingan pihak resmi.
Sementara menurut Cecep Lukmanul Hakim ciri-ciri Historiografi tradisional Indonesia menurut
pembagian wilayah.
Istilah historiografi memiliki
dua pegertian yaitu historiografi sebagai penulisan sejarah dan historiografi
sebagai sejarah penulisan sejarah. Historiografi sebagai penulisan sejarah
merupakan satu kesatuan dalam metodologi sejarah. Sebagai sejarah penulisan
sejarah, historiografi memiliki berbagai kelompok sesuai dengan sudut pandang
sejarawan melihat suatu peristiwa.
Historiografi disini merupakan cara pandang orang
terhadap peristiwa disekelilingnya yang dia tuangkan kedalam sebuah tulisan
(cerita). Tulisannya tersebut akan dipengaruhi oleh keadaan pada waktu dia
hidup, sehingga tulisan dia mewakili keadaan zaman dimana dia hidup.
Historiografi tradisional merupakan ekspresi kultural dari usaha untuk merekam
sejarah.
Historiografi tradisional merupakan kekayaan intelektual dalam sejarah Indonesia. Historiografi ini
dijadikan sumber satu-satunya untuk penulisan sejarah Indonesia pada masa
kerjaan-kerajaan terutama masa kerajaan Hindu-Budha, meskipun ada sumber lain
seperti sumber Cina dan berita para peziarah namun kedudukan historiografi
tradisional ini menjadi amat penting karena menjadi sumber utama dalam
penulisan sejarah masa Hindu-Budha. Meskipun banyak yang dipertentangkan
mengenai isi dari historiografi ini karena sebagaimana kita ketahui penulisan
historiografi pada masa ini cenderung raja sentris atau istana sentris dan
berbagai hal lainnya, tapi setidaknya kita mendapatkan gambaran mengenai
kondisi pada saat itu selain fakta-fakta yang kita dapatkan.
Ciri-Ciri
Historiografi Tradisional Menurut Wilayah
Bagian Barat
|
Bagian Tengah
|
Bagian Timur
|
Puisi atau Prosa
|
Puisi atau Prosa
|
Puisi
|
Etnosentris
|
Etnosentris
|
Etnosentris
|
Istana atau Raja sentries
|
Istana atau Raja sentris
|
Istana atau Raja sentris
|
Mitologi-Irasional
|
Mitologi-Irasional
|
Rasional
|
Melegitimasi kekuasaan
|
Melegitimasi kekuasaan
|
Melegitimasi kekuasaan
|
-------------
|
Kronogram/Candrasangkala atau
penanggalan
|
-------------
|
|
Ramalan
|
|
Pengaruh Islam
|
Pengaruh Hindu-Budha
|
Pengaruh Islam
|
Keterangan:
a. Bagian barat meliputi
semenanjung Melayu dan pulau Sumatera.
b. Bagian Tengah meliputi pulau
Jawa, Madura, Kalimantan dan Bali.
c. Bagian Timur meliputi pulau
Sulawesi dan Maluku.
Historiografi tradisional
Indonesia dimulai dari historiografi Indonesia bagian tengah, hal ini dilihat
dari peta keberadaan kerajaan-kerajaan awal di Indonesia. Kerajaan pertama di
Indonesia adalah kerajaan Kutai dan dan dilanjutkan oleh kerajaan Hindu-Budha
di pulau Jawa. Persentuhan antara Nusantara khususnya pulau Jawa dengan India
menyebabkan masuknya pengaruh Hindu-Budha mengawali masuknya Indonesia dalam
babak sejarah, masuknya pengaruh India juga mempengaruhi historiografi
tradisional bagian tengah. Historiografi tradisional Indonesia dimulai
dari historiografi Indonesia bagian tengah, hal ini dilihat dari peta
keberadaan kerajaan-kerajaan awal di Indonesia. Kerajaan pertama di Indonesia
adalah kerajaan Kutai dan dilanjutkan oleh kerajaan Hindu-Budha di pulau Jawa.
Persentuhan antara Nusantara khususnya pulau Jawa dengan India menyebabkan
masuknya pengaruh Hindu-Budha mengawali masuknya Indonesia dalam babak sejarah,
masuknya pengaruh India juga mempengaruhi historiografi tradisional bagian
tengah. Meskipun Islam memiliki tempat yang dominan pada zaman kelanjutannya,
namun pengaruh agama Hindu terutama sangat kental sekali terutama di daerah
Jawa.
Corak Islam justru sangat kuat
di daerah timur, yang meliputi Sulawesi dan Maluku pada umumnya. Hal ini
kemungkinan karena penetrasi budaya Hindu dan Budha tidak sekuat di pulau Jawa
dan Bali, hal ini dikarenakan kerajaan dengan corak Hidu dan Budha di daerah
ini tidak sekuat kerajaan Hindu dan Budha di daerah Jawa dan Bali, sehingga
ajaran Hindu-Budha pun tidak mengakar dalam masyarakatnya, dan bahkan justru
kepercayaan lokal yang tetap menjadi dominan dalam masyarakat tersebut.
Historiografi tradisional di daerah barat yang justru
sangat kental dengan aroma Islam, karena kita tahu daerah pertama yang
bersentuhan dengan Islam adalah wilayah barat terutama Aceh. Meskipun di Sumatera
pernah ada kerajaan Budha besar yaitu Sriwijaya, namun penetrasi Islam
dilancarkan oleh kerajaan Islam setelahnya yaitu Aceh, dan usahanya berhasil
sehingga Islam melekat dalam budaya orang Sumatera (melayu).
Dalam historiografi tradisional yang biasa disebut babad, wawacan, carita, sajarah
dan lainnya raja-raja diabadikan oleh para pujangga kedalam tulisan baik itu
puisi atau prosa sebagai seorang titisan dewa atau pembawa kesejahteraan. Pada
hakekatnya penulisan ini dimaksudkan hanya untuk memberikan pujian kepada raja
yang telah memberikan kesejahteran kepada rakyatnya. Atau maksud dari penulisan
itu bisa juga melegitimasi kekuasaan seorang raja terhadap daerah kekuasaannya.
Contoh historiografi tradisional bagian tengah : Babad Tanah Jawi, Wawacan
Sajarah Galuh, Carita Parahiyangan, Wangsakerta, Pararaton, Nagarakertagama dan
lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar