Minggu, 24 November 2013

Prasasti dan historiografi tradisional

Prasasti


Prasasti bukan sekedar batu, tetapi juga batu yang bisa bersuara. Kenapa bisa demikian? Hal ini dikarenakan prasasti memuat informasi tertulis. Biasanya prasasti-prasasti itu merupakan peringatan-peringatan yang dibuat oleh para raja untuk daerah kekuasaannya. Selain itu berisi tentang silsilah, sistem ketatanegaraan suatu kerajaan. Prasasti merupakan bukti otentik tentang adanya suatu kerajaan. Prasasti biasanya menggunakan bahasa sanksekerta dan bahasa melayu kuno. Huruf yang dipakai biasanya huruf pallawa. Penulisannya ada yang berirama India dan seperti puisi.
Beberapa prasasti yang ditemukan di Indonesia:
a. Prasasti Kutai
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b/b2/Prasasti-Yupa02.jpg)
Di Kutai ditemukan prasasti yang dipahatkan di tiang batu yang disebut Yupa. Sampai saat ini ada tujuh buah yupa yang telah ditemukan. Prasasti-prasasti tersebut berisi tentang raja yang menguasai Kutai. Raja yang terkenal di Kutai kemungkinan adalah Mulawarman, seperti yang disebutkan di dalam prasasti-prasasti yang ditemukan di Kutai tersebut. Dalam prasasti yang ditemukan tersebut dikemukakan tentang kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh Mulawarman. Prasasti atau yupa tersebut sedikit banyak telah memuat informasi yang dibutuhkan seorang sejarawan untuk melakukan sebuah penyelidikan.
b. Prasasti Ciaruteun
Prasasti ini sebagai bukti tentang adanya sebuah kerajaan yang bernama Tarumanegara. Prasasti ini ditemukan di pinggir Sungai Ciaruteun, dekat muaranya dengan Cisadane. Prasasti ini mempunyai ciri lukisan labah-labah dan tapak kaki yang dilukiskan di atas hurufnya. Prasasti ini terdiri dari empat baris, ditulis dalam bentuk puisi India dengan irama anustubh. Prasasti ini berisi tentang pujian terhadap Raja Purnawarman yang gagah berani dan dikatakan seperti Dewa Wisnu.



c. Prasasti Kebonkopi
http://www.geocities.com/nyanyian_kasmaran/foto/prasastikebonkopi.jpg)
Terdapat hal yang menarik dalam prasasti yang ditemukan di Kampung Muara Hilir, Cibungbulang. Hal yang tersebut adalah adanya dua tapak kaki gajah yang disamakan seperti tapak kaki gajah Airawata. Prasasti ini juga berirama anustubh, namun huruf-hurufnya lebih kecil dibandingkan prasasti yang lain. Tulisan-tulisan dalam prasasti sudah agak kabur sehingga sulit diterjemahkan dan maknanya sulit diungkap.
d. Prasasti Tugu
http://bataviase.files.wordpress.com/2007/02/prasasti.jpg)
Merupakan prasasti yang terpanjang yang ditemukan dari semua peninggalan-peninggalan Purnawarman. Sama dengan prasasti yang lain, prasasti Tugu ini berbentuk puisi anustubh yang tulisannya dipahatkan pada sebuah batu bulat panjang secara melingkar. Beberapa hal yang menarik dari prasasti ini adalah pertama, disebutkan dalam prasasti itu ada dua sungai yang terkenal juga di Panjab yaitu Chandrabhaga dan Gomati, yang tentu saja menimbulkan berbagai penafsiran para sejarawan. Kedua, prasasti ini merupakan satu-satunya prasasti Purnawarman yang menyebutkan peninggalan, meskipun tidak lengkap. Ketiga, dalam prasasti ini disebutkan adanya upacara selamatan yang disertai dengan seribu ekor sapi yang dihadiahkan. Keempat, selain Purnawarman ada dua nama yang disebutkan dalam prasasti ini, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui siapa sebenarnya Purnawarman itu.
e. Prasasti Pasir Awi dan Prasasti Muara Cianten
Kedua prasasti ini sama-sama menggunakan huruf ikal yang sampai saat ini belum dapat dibaca. Sama seperti prasasti Ciaruteun, kedua prasasti ini juga ada gambar telapak kaki.
f. Prasasti Lebak
Ditemukan di Lebak, di pinggir Sungai Cidanghiang, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten. Prasasti ini menggunakan huruf Pallawa, terdiri dari dua baris huruh yang merupakan satu sloka dalam metrumanustubh. Isi dari prasasti ini merupakan pujian kepada Purnawarman sebagai panji seluruh raja, keberanian, keagungan, dan keperwiraan sesungguhnya dari seluruh raja dunia.
g. Prasasti Kedudukan Bukit
http://www.melayuonline.com/image/budaya/prasasti-kedukan-bukit.jpg)
Prasasti Kedudukan Bukit ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang. Prasasti ini berangka tahun 628 Masehi. Prasasti ini berhuruf pallawa dan berbahasa Melayu kuno. Jumlahnya hanya 10 baris. Mengenai isi prasasti terdapat perbedaan antara para sejarawan yaitu mengenai adanya prasasti tersebut sebagai peringatan pendirian Sriwijaya atau sebagai peringatan kemenangan Sriwijaya terhadap Kerajaan Melayu.

h. Prasasti Talang Tuo
Prasasti ini ditemukan di daerah Talang Tuo sebelah barat Kota Palembang. Prasasti Talang Tuo terdiri dari 14 baris dalam bahasa Melayu Kuno dan berhuruf Pallawa. Angka tahunnya adalah 606 Saka. Ini prasasti tersebut mengenai pembuatan kebun Sriksetra atas perintah Punta Hyang Sri Jayanasa, untuk kemakmuran semua makhluk. Selain itu juga doa dan harapan yang menunjukkan sifat agama Buddha.
i. Prasasti Telaga Batu
Prasasti ini juga berbahasa Melayu kuno dan berhuruf Pallawa. Pada bagian atas prasasti ini, terdapat hiasan tujuh kepala ular cobra berbentuk pipih dengan mahkota berbentuk permata bulat. Lehernya mengembang dengan hiasan kalung. Hiasan ular cobra ini bersatu dengan permukaan batu datar dibagian belakang. Jumlah barisnya ada 28 dalam keadaan sangat aus, bahkan sebagian tidak dapat dibaca. Di bawah prasasti ini ada pancuran seperti halnya yoni. Dalam prasasti ini terdapat data yang memuat penyusunan ketatanegaraan Sriwijaya.
j. Prasasti Kota Kapur
Ditemukan di dekat Sungai Menduk, di Pulau Bangka. Jenis batu yang digunakan berbeda dengan jenis batu yang terdapat di Pualu Bangka. Karena hal itu, kemungkinan prasasti ni dibawa dari luar. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu kuno dan huruf yang digunakan adalah huruf pallawa. Isi dari prasasti ini adalah kutukan-kutukan untuk mereka yang berbuat jahat, tidak tunduk dan setia kepada raja akan celaka. Selain itu ada keterangan penting yaitu tentang usaha Sriwijaya untuk menaklukkan Bhumi Jawa yang tidak tunduk kepada Sriwijaya. Angka tahunnya 608 Saka.
k. Prasasti Karang Berahi
Ditemukan di tepi Sungai Merangin yang merupakan cabang Sungai Batang Hari di Jambi Hulu. Prasasti ini juga berisi kutukan-kutukan. Yang menarik dari prasasti ini adalah baris 1-4 menggunakan dialek yang berbeda dengan baris selanjutnya.






HISTORIOGRAFI TRADISIONAL
Historiografi tradisional merupakan ekspresi cultural dari usaha untuk merekam sejarah. Dalam historiografi tradisional ada unsur-unsur yang tidak bisa lepas yaitu sebagai karya imajinatif dan sebagai karya mitologi. Historiografi pada masa klasik diwarnai oleh actor-aktor sentries. Menurut para sejarawan penulisan sejarah ( tidak dalam bentuk prasasti ) di Indonesia dimulai oleh Mpu Prapanca yang mengarang kitab NegaraKertagama. Seorang tokoh, yang menjadi actor utama berperan sebagai pemimpin besar. Hasil karya historiografi tradisional antara lain : Carita Parahyangan, Sajarah Melayu, dan Babad.
Cerita Parahyangan memberikan gambaran mengenai peristiwa sejarah yang pernah terjadi di daerah Jawa Barat. Di dalamnya menceritakan kisah sanjaya yang mengalahkan banyak raja-raja di Asia Tenggara. Sedangkan sejarah Melayu sendiri menceritakan tentang Iskandar Zulkarnaen yang berkuasa di Mesopotamia selama tiga abad. Dari beberapa cerita tadi bisa diambil kesimpulan bahwa:
a)      Historiografi pada masa klasik diwarnai oleh aktor-aktor sentries. Seorang tokoh, yang menjadi actor utama berperan sebagai pemimpin besar. 
b)      Historiografi pada masa tersebut sulit dilepaskan dari mitos dan hanya menceritakan kalangan istana saja (Istana Centirs).
c)      Kebanyakan karya-karya tersebut kuat dalam hal geneologi namun lemah dalam hal kronologi.

a.      Bentuk Historiografi Tradisional
1.      Mitos
Bentuk ini pada dasarnya merupakan suatu proses internalisasi dari pengalaman spiritual manusia tentang kenyataan lalu di ungkapkan melalui kisah sejarah
2.      Genealogis
Bentuk ini merupakan gambaran mengenai pertautan antara individu dengan yang lain atau suatu generasi dengan generasi berikutnya. Sil silah sangat penting untuk melegitimasikan kedudukan mereka.
3.      Kronik.
Dalam penulisan ini sudah ada penulisan kesadaran tentang waktu, Namun demikian juga masih di lingkungan kepercayaan yang bersifat kosmosmagis


4.      Annals.
Sebenarnya bentuk ini merupakan cabang dari kronik hanya saja bentuk annals ini sudah lebih maju dan lebih jelas, Sudah berusaha membeberkan kisah dalam uraian waktu.
5.      Logis
Kisah yang di ungkapkan mengamdungh mitos, legenda, dongeng, asal usul suatu bangsa, kisah disini merupakan merupakan kisah yang merupakan suatu pembenaran berdasar emosi dan kepercayaan.
6.      Supranatural
Dalam hal ini kekuatan kekuatan gaib yang tidak bias diterima dengan akal sehat sering terdapat di dalamnya.

b.      Ciri Historiografi Tradisional
1.      Oral tradition
Historiografi jenis ini di sampaikan secara lisan, maka tidak dijamin keutuhan redaksionalnya.
2.      Anakronistik
Dalam menempatkan waktu sering terjadi kesalahan kesalahan, pernyataan waktu dengan fakta sejarah termasuk di dalamnya penggunaan kosa kata penggunaan kata nama dll.
3.      Etnosentris
Penulisan selalu bersifat kedaerahan, Hanya terpaut pada suku bangsa tertentu. Dan sangat berpusat pada kedaerahan.
Selain itu  Ciri-ciri Historiografi Tradisional dapat juga berupa:
             Adanya suatu visi historiografi tradisional yaitu raja sentris. Setiap tulisan pujangga selalu mengangkat hal-hal yang berhubungan dengan raja. (raja biasanya dianggap sebagai titisan dewa).
            Dari segi misi, unsur-unsur faktual masih ada, disampaikan secara halus. Penyajian dari historiografi tradisional ini lebih menggunakan simbol. Cerita dibuat dengan suatu simbol-simbol saja.
·                Sumber-sumber sejarah tradisional yang mendasari historiografi tradisional cenderung mengabaikan unsur-unsur fakta karena terlalu dipengaruhi oleh sistem kepercayaan yang dimiliki masyarakat. Adanya kepercayaan tentang perbuatan magis yang dilakukan tokoh-tokoh tertentu.
Ciri-ciri Historiografi Tradisional di Indonesia memiliki persamaan dan perbedaan dengan Ciri-ciri Historiografi Tradisional di Asia Tenggara.
Ciri-ciri yang sama:
  1. Kebanyakan karya-karya tersebut kuat dalam hal geneologi, tetapi lemah dalam hal kronologi dan detil-detil biografis.
  2. Tekanannya adalah pada gaya bercerita, bahan-bahan anekdot, dan penggunaan sejarah sebagai alat pengajaran agama.
  3. Bila karya-karya tersebut bersifat sekuler maka nampak adanya persamaan dalam hal perhatian pada kingship (konsep mengenai raja) serta tekanan diletakkan pada kontinuitas dan loyalitas yang ortodoks.
  4. Pertimbangan-pertimbangan kosmologis dan astrologis cenderung untuk menyampingkan keterangan-keterangan mengenai sebab-akibat dan ide kemajuan (progress).
Perbedaan-perbedaan yang pokok:
  1. Agama telah memisahkan agama para sejarawan Indo-Islam dan konteks sosio-ekonomi agama Hindu. Agama juga memisahkan orang-orang Muangthai dan Kamboja dari tradisi historiografi Asia Timur dalam bentuk Vietnamnya. Agama juga memisahkan dunia Melayu-Jawa dari orang Muangthai dan Birma di satu pihak dan orang Filipina di lain pihak.
  2. Persaingan nasional mempengaruhi karya mengenai bangsa-bangsa yang bertetangga, umpamanya karya-karya orang Birma dan Muangthai.
  3. Perbedaan bahasa di Asia Tenggara sebelum menurunnya bahasa Pali sangat rumit, kebanyakan karya-karya itu tidak dapat dibaca di luar batas negara-negara itu sendiri.
  4. Kebijaksanaan raja-raja mengenai penulisan sejarah cukup beragam: karya-karya Islam dan Melayu diedarkan di kalangan umum, sedangkan karya-karya orang Muangthai, Birma serta Vietna$m hanya untuk kepentingan pihak resmi.

Sementara menurut
Cecep Lukmanul Hakim ciri-ciri Historiografi tradisional Indonesia menurut pembagian wilayah.
Istilah historiografi memiliki dua pegertian yaitu historiografi sebagai penulisan sejarah dan historiografi sebagai sejarah penulisan sejarah. Historiografi sebagai penulisan sejarah merupakan satu kesatuan dalam metodologi sejarah. Sebagai sejarah penulisan sejarah, historiografi memiliki berbagai kelompok sesuai dengan sudut pandang sejarawan melihat suatu peristiwa.
Historiografi disini merupakan cara pandang orang terhadap peristiwa disekelilingnya yang dia tuangkan kedalam sebuah tulisan (cerita). Tulisannya tersebut akan dipengaruhi oleh keadaan pada waktu dia hidup, sehingga tulisan dia mewakili keadaan zaman dimana dia hidup. Historiografi tradisional merupakan ekspresi kultural dari usaha untuk merekam sejarah.
Historiografi tradisional merupakan kekayaan intelektual dalam sejarah Indonesia. Historiografi ini dijadikan sumber satu-satunya untuk penulisan sejarah Indonesia pada masa kerjaan-kerajaan terutama masa kerajaan Hindu-Budha, meskipun ada sumber lain seperti sumber Cina dan berita para peziarah namun kedudukan historiografi tradisional ini menjadi amat penting karena menjadi sumber utama dalam penulisan sejarah masa Hindu-Budha. Meskipun banyak yang dipertentangkan mengenai isi dari historiografi ini karena sebagaimana kita ketahui penulisan historiografi pada masa ini cenderung raja sentris atau istana sentris dan berbagai hal lainnya, tapi setidaknya kita mendapatkan gambaran mengenai kondisi pada saat itu selain fakta-fakta yang kita dapatkan.

Ciri-Ciri Historiografi Tradisional Menurut Wilayah
Bagian Barat
Bagian Tengah
 Bagian Timur
Puisi atau Prosa
Puisi atau Prosa
Puisi
Etnosentris
Etnosentris
Etnosentris
Istana atau Raja sentries
Istana atau Raja sentris
Istana atau Raja sentris
Mitologi-Irasional
Mitologi-Irasional
Rasional
Melegitimasi kekuasaan
Melegitimasi kekuasaan
Melegitimasi kekuasaan
-------------
Kronogram/Candrasangkala atau penanggalan
-------------

Ramalan

Pengaruh Islam
Pengaruh Hindu-Budha
Pengaruh Islam

Keterangan:
a.     Bagian barat meliputi semenanjung Melayu dan pulau Sumatera.
b.    Bagian Tengah meliputi pulau Jawa, Madura, Kalimantan dan Bali.
c.     Bagian Timur meliputi pulau Sulawesi dan Maluku.

Historiografi tradisional Indonesia dimulai dari historiografi Indonesia bagian tengah, hal ini dilihat dari peta keberadaan kerajaan-kerajaan awal di Indonesia. Kerajaan pertama di Indonesia adalah kerajaan Kutai dan dan dilanjutkan oleh kerajaan Hindu-Budha di pulau Jawa. Persentuhan antara Nusantara khususnya pulau Jawa dengan India menyebabkan masuknya pengaruh Hindu-Budha mengawali masuknya Indonesia dalam babak sejarah, masuknya pengaruh India juga mempengaruhi historiografi tradisional bagian tengah.  Historiografi tradisional Indonesia dimulai dari historiografi Indonesia bagian tengah, hal ini dilihat dari peta keberadaan kerajaan-kerajaan awal di Indonesia. Kerajaan pertama di Indonesia adalah kerajaan Kutai dan dilanjutkan oleh kerajaan Hindu-Budha di pulau Jawa. Persentuhan antara Nusantara khususnya pulau Jawa dengan India menyebabkan masuknya pengaruh Hindu-Budha mengawali masuknya Indonesia dalam babak sejarah, masuknya pengaruh India juga mempengaruhi historiografi tradisional bagian tengah. Meskipun Islam memiliki tempat yang dominan pada zaman kelanjutannya, namun pengaruh agama Hindu terutama sangat kental sekali terutama di daerah Jawa.
Corak Islam justru sangat kuat di daerah timur, yang meliputi Sulawesi dan Maluku pada umumnya. Hal ini kemungkinan karena penetrasi budaya Hindu dan Budha tidak sekuat di pulau Jawa dan Bali, hal ini dikarenakan kerajaan dengan corak Hidu dan Budha di daerah ini tidak sekuat kerajaan Hindu dan Budha di daerah Jawa dan Bali, sehingga ajaran Hindu-Budha pun tidak mengakar dalam masyarakatnya, dan bahkan justru kepercayaan lokal yang tetap menjadi dominan dalam masyarakat tersebut.
Historiografi tradisional di daerah barat yang justru sangat kental dengan aroma Islam, karena kita tahu daerah pertama yang bersentuhan dengan Islam adalah wilayah barat terutama Aceh. Meskipun di Sumatera pernah ada kerajaan Budha besar yaitu Sriwijaya, namun penetrasi Islam dilancarkan oleh kerajaan Islam setelahnya yaitu Aceh, dan usahanya berhasil sehingga Islam melekat dalam budaya orang Sumatera (melayu).
Dalam historiografi tradisional yang biasa disebut babad, wawacan, carita, sajarah dan lainnya raja-raja diabadikan oleh para pujangga kedalam tulisan baik itu puisi atau prosa sebagai seorang titisan dewa atau pembawa kesejahteraan. Pada hakekatnya penulisan ini dimaksudkan hanya untuk memberikan pujian kepada raja yang telah memberikan kesejahteran kepada rakyatnya. Atau maksud dari penulisan itu bisa juga melegitimasi kekuasaan seorang raja terhadap daerah kekuasaannya. Contoh historiografi tradisional bagian tengah : Babad Tanah Jawi, Wawacan Sajarah Galuh, Carita Parahiyangan, Wangsakerta, Pararaton, Nagarakertagama dan lainnya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar